Alur pelayaran Pulau Baai yang diharapkan normal kembali kedalamannya untuk dilintasi kapal.
Kepala KSOP Pulau Baai, Petrus Christanto Maturbongs
Bengkulu (wartalogistik.com) - Pihak Pelabuhan Indonesia Regional 2 Bengkulu, pada Jumat (23/5) bersama sejumlah pihak terkait melakukan pembahasan teknis operasional pengerukan di alur pelayaran Pulau Baai, menyongsong operasional kapal keruk yang sudah tiba di lokasi yakni CSD Costa Fortuna 3 dan AB Costa Fortuna 5.
" Pembahasan ini dilakukan agar kegiatan pengerukan alur pelayaran Pulau Baai berlangsung sesuai secara teknis dan ketentuan regulasi," kata General Manajer Pelindo Regional 2 Bengkulu, S. Joko ketika ditemui di kantornya, pada Jumat (23/5).
Sejumlah pihak terkait yang hadir pada pertemuan itu antara lain, dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Bengkulu, Dinas Perhubungan Bengkulu, Distrik Navigasi Teluk Bayur, PT Pengerukan Indonesia (Rukindo), DPC INSA Bengkulu.
Kesimpulan pertemuan itu menetapkan, kegiatan pengerukan pada alur pelayaran yang panjangnya 2,3 KM, dan lebar 400 Meter (lebar lintasan kapal pada tengah alur 60 Meter) secepatnya dimulai jika persiapan telah lengkap semua.
Saat ini perairan alur pelayaran sudah disiapkan pipa sebagai instalasi pembuangan material keruk.
Saat memulai kerja, kapal CSD Costa Fortuna 3 akan bergerak dari luar alur, mengeruk endapan pasir yang membuat pendangkalan. Pasir yang dikeruk akan keluar dari bagian buritan kapal, selanjutnya akan masuk pada instalasi pipa yang disiapkan sejak awal, menggelontor sepanjang pipa ke kawasan pembuangan.
Sementara itu kapal AB Costa Fortuna 5 akan menjadi tandem, untuk mendukung kegiatan kapal keruk utama dan menjaga agar pipa yang menyalurkan material keruk tetap berfungsi.
Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Pulau Baai, Petrus Christanto Maturbongs memberikan dukungan penuh atas kegiatan yang akan dilakukan pihak Pelindo l Bengkulu.
" Proses pengerukan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan untuk kedalaman sampai 4 meter, sehingga kapal-kapal yang tertahan di dalam pelabuhan bisa keluar. Selanjutnya pada tahap kedua , akan dilakukan pada kedalaman lebih dari 4 meter sampai 6 meter dibawah permukaan laut, sehingga kapal-kapal bisa keluar masuk pelabuhan," jelas Kepala KSOP Pulau Baai.
" Atas kegiatan pengerukan ini, diharapkan Juni minggu ketiga kapal - kapal yang tertahan di pelabuhan sudah bisa keluar. Ini harapannya," sambung Petrus Christanto.
Ketua INSA (Indonesia Bengkulu, Rela Sumadiyana mengapresiasi atas komitmen Pelindo Cabang Bengkulu untuk melakukan kegiatan pengerukan dengan sudah mendatangkan kapal keruk.
" Diharapkan kapal keruk yang sudah datang, bisa beroperasi secara maksimal, sehingga kondisi alur pelayaran kembali normal bisa dilintasi kapal-kapal niaga," kata Ketua INSA Bengkulu.
Selain itu juga Ketua INSA Bengkulu menyampaikan pekerjaan pengerukan membutuhkan persiapan dan persyaratan yang banyak. Masalah alur sudah biasa dari tahun ke tahun diketahui, seperti sedimentasi. Jadi, perawatannya jangan sampai mengalami masalah lagi pada waktu mendatang.
" Ke depannya antisipasi pendangkalan pada alur pelayaran membutuhkan perhatian dengan baik, sehingga masalah kedangkalan seperti yang terjadi saat ini tidak terulang," harap Rela.
Atasi Dampak Masyarakat Pulau Enggano
Sejak akhir tahun 2024 keadaan alur pelayaran keluar masuk kapal di Bengkulu dangkal. Saat itu kedalamannya sekitar 2,5 - 3,5 meter dibawah bawah permukaan laut, sulit bagi kapal-kapal niaga yang biasa masuk pelabuhan Pulau Baai, kecuali mengurangi muatan dan menunggu permukaan air pasang.
Dan pada akhirnya, karena pendangkalan alur terus berlangsung dengan cepat, maka sejak tanggal 28 Maret 2025, alur pelayaran tidak bisa dilintasi kapal niaga. Kedalaman alur pelayaran tinggal berkisar 1,7 meter di bawah permukaan laut, bahkan sebagian sudah terlihat pasir atau plus 1 - 2 Meter diatas permukaan air. Saat itu sejumlah kapal yang ada di dalam pelabuhan Pulau Baai tidak bisa keluar. Tercatat 17 kapal yang tertahan di dalam pelabuhan.
Dampak lainnya masyarakat Pulau Enggano yang mengandalkan kegiatan ke Bengkulu juga tertahan, karena kapal penyebrangan Pulau Telo yang selama ini melayani trayek Pulau Enggano - Pelabuhan Baai termasuk yang tidak bisa keluar pelabuhan.
Gubernur Bengkulu melakukan kunjungan ke Pelabuhan Pulau Baai dan langsung menetapkan kondisi kritis alur pelayaran pada tanggal 29 Maret 2025.
Untuk mengatasi agar kapal penyeberangan Pulau Telo bisa keluar pelabuhan, maka Pelindo Regional 2 Bengkulu didukung Forkopimda Provinsi Bengkulu bekerjasama dengan perusahaan pengerukan lokal PT SPU yang memiliki izin pengerukan untuk membuka alur guna membantu keluarnya kapal Pulo Tello dan kapal lainnya.
Pada awal April PT SPU mulai melakukan kegiatan pengerukan, dan pada 14 April berhasil menambah kedalaman, sehingga membuat kapal penyeberangan Pulau Telo berhasil keluar melewati alur pelayaran dari Pelabuhan Pulau Baai. Selanjutnya kapal penyeberangan itu bisa melayani penyeberangan masyarakat ke Pulau Enggano.
Jadi operasional kapal penyeberangan masyarakat Pulau Enggano ke Pulau Baai tetap berlangsung, namun kapal Pulau Telo tidak sandar di dalam dermaga Pelabuhan Pulau Baai, melainkan di luar alur.
Agar masyarakat Pulau Enggano bisa sampai ke dermaga Pulau Baai, maka dilayani secara langsir oleh kapal-kapal pendukung yang lebih kecil, seperti kapal pandu tunda Pelindo, kapal KPLP, kapal Bakamla, kapal SAR, kapal TNI AL dll.
"Kegiatan itu yang membuat masyarakat Pulau Enggano tidak lagi terisolasi, karena bisa dilayani ke Bengkulu dalam memenuhi kegiatannya maupun memenuhi kebutuhan sehari-hari ke Bengkulu," kata S. Joko.
Proses Pendangkalan
Kenapa bisa terjadi pendangkalan ? Alur pelayaran Pulau Baai memang dalam beberapa tahun terakhir ini tidak dilakukan pengerukan.
Sebagaimana tertuang dalam Pasal 83 UU. No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran disebutkan bahwa pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan.
Selanjutnya pada Peraturan Pemerinta (PP) No. 61 tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan pasal 42, disebutkan ; Dalam kondisi tertentu pemeliharan penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan atau pengelola terminal untuk kepentingan sendiri yang dituangkan dalam perjanjian konsesi.
Untuk mengatasi keadaan itu, maka Kementerian Perhubungan pada Bulan April lalu menyerahkan pada PT Pelabuhan Indonesia Regional 2 Bengkulu, selaku pengelola pelabuhan umum untuk mengeruk alur pelayaran.
Meski sudah mendapatkan penetapan dari Kementerian Perhubungan untuk melakukan kegiatan pengerukan, pihak operator pelabuhan Pulau Baai itu tidak serta merta langsung aksi melakukan pengerukan. Ada sejumlah persyaratan, baik teknis maupun regulasi yang harus disiapkan. Jika kedua hal tersebut tidak terpenuhi bukan hasil positip yang akan dicapai dalam kegiatan pengerukan, melainkan kontraproduktif.
Jadi sejak penetapan mendapatkan pelimpahan pengerukan pihak Pelindo Regional 2 Bengkulu sudah melakukan pembahasan dengan pihak terkait mengenai proses pemenuhan persyaratan, baik regulasi maupun teknis.
Atas kondisi alur pelayaran Pelabuhan Baai, Bengkulu tentunya berdampak pada semua pihak. Pihak pelabuhan juga terkena dampaknya, karena tidak menerima kedatangan kapal besar dan muatan juga tidak maksimal, pihak pelayaran yang kesulitan mengoperasikan kapal ke pelabuhan itu.
Pemerintah dalam hal ini, pihak KSOP juga tidak maksimal mendapatkan PNBP karena operasional kapal ke pelabuhan terhenti. Dan tentu saja ekonomi daerah setempat juga terkena dampaknya berupa keterbatasan proses pengiriman dengan kapal besar yang membawa muatan dalam jumlah besar.
( Abu Bakar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar