Jakarta (wartalogistik.com) –
Satu lagi cerita sukses DPP Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI) bergulir dalam
membela pelaut. Kali ini muncul dari ruang sidang Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), Jakarta yang menetapkan pihak tergugat untuk membayar kepada
penggugat atas pemutusan hubungan kerja berupa ganti rugi dan uang
pengganti tiket, yang seluruhnya sebesar USD 15.056.
Putusan itu disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim Pengadilan
Hubungan Industrial (PHI) di Pengadilan Negeri Kelas 1 A Khusus
Jakarta Pusat pada hari Kamis tanggal 25 Oktober 2018 lalu.
Putusan itu terkait gugatan perkara nomor
215/Pdt.Sus-PHI/2018/PN Jkt.Pst yang diajukan DPP PPI selaku kuasa hukum pelaut
Ari Friska Sangapta Pinem terhadap PT. KLS atas pemutusan hubungan
kerja yang dilakukan secara sepihak yang terjadi pada 11 Oktober 2017 silam.
PT KLS digugat karena memutus sepihak hubungan kerja
yang sebelumnya telah disepakati selama delapan bulan sesuai Perjanjian Kerja
Laut (PKL) No. PK. 309/914/SYB.TPK-17 yang ditandatangani kedua belah sejak
tanggal 18 Agustus 2017. Seharusnya penggugat bekerja sampai tanggal
18 April 2018. Tetapi fakta di lapangan penggugat diturunkan secara sepihak,
dengan alasan yang tidak berdasar, lalu dipulangkan ke tanah air dan sampai di
Indonesia pada tanggal 11 Oktober 2017.
Penggugat berangkat keluar negeri untuk bekerja sebagai pelaut di kapal M/T Keoyoung Star yang berada di Korea Selatan dengan posisi jabatan sebagai Mualim II dengan perjanjian gaji bulanan sebesar USD 2.200.
Penggugat berangkat keluar negeri untuk bekerja sebagai pelaut di kapal M/T Keoyoung Star yang berada di Korea Selatan dengan posisi jabatan sebagai Mualim II dengan perjanjian gaji bulanan sebesar USD 2.200.
Menanggapi putusan itu, Ketua Advokasi,
Hukum dan HAM DPP PPI, Imam Syafi’i, menyatakan pihaknya menunggu
pihak tergugat apa akan melaksanakan isi putusan tersebut, atau pihak tergugat
akan menolak isi putusan tersebut dan mengajukan banding (kasasi).
“Kami berharap pihak tergugat dapat segera melaksanakan isi
putusan tersebut, sehingga masalahnya bisa selesai. karena yang dituntut berupa
hak-hak pelaut sesuai perjanjian kerja. Tetapi jika pihak tergugat menolak isi
putusan dan bermaksud untuk mengajukan banding (kasasi), penggugat pun siap
untuk berproses di tingkat kasasi,” ungkap Imam Syafi’i.
Sebagaimana ketentuan , putusan PHI memiliki
kekuatan hukum tetap setelah 14 hari sejak salinan putusan diterima pihak
tergugat dan tidak dilakukan upaya banding.
Selain itu Imam Syafi’i berharap kasus ini
sebagai pembelajaran bagi pihak semua pihak, agar memperhatikan hubungan kerja
dengan baik. Jangan sampai proses hubungan kerja yang seharusnya berlangsung
lancar, malah menghadapi masalah karena lalai mengikuti ketentuan
ketenagakerjaan.
“Dalam menangani kasus pelaut, kami (PPI)
mengikuti ketentuan hukum yang berlaku, mulai dari tingkat mediasi sampai ke
gugatan ke PHI,” kata Imam Syafi’i.
Ia juga menambahkan, pihak PPI ingin
membuktikan penanganan tenaga kerja khususnya pelaut bisa dilakukan melalui
proses hukum, asal mengikuti urutan-urutan proses penyelesaian yang sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“Jadi jangan mengira proses penanganan masalah
pelaut yang PPI lakukan hanya melalui aksi demo atau pengerahan masa. Karena
selama ini kami sudah membuktikan sejumlah penyelesaian perkara pelaut bisa
diatasi melalui mediasi dan di PHI,” tandas Imam Syafi’i.
(Abu Bakar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar