Jakarta (wartalogistik.com) - Pengguna jalan di seluruh Indonesia wajib hati-hati, karena faktor kecelakaan di jalan faktor dominan penyebabnya adalah faktor geometrik jalan.
Hak itu diungkapkan pihak Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) selaku lembaga non-struktural yang bertugas mewujudkan keselamatan transportasi.
Faktor gemoterik menjadi dominan penyebab kecelakaan jalan berdasarkan hasil investigasi yang kerapkali.
Pada media rilis yang disampaikan pihak KNKT pada Selasa (13/10) memaparkan hasil investigasi pada kasus tabrakan beruntun di ruas jalan Solo Ngawi, Tikungan Harmoko Musi Banyuasin, dan Tebing Breksi Sleman Jogja.
"Perlu diingat bahwa sebagian besar jalan di Indonesia bukanlah jalan yang sengaja dibangun, melainkan jalan peninggalan jaman Belanda, jalan tikus, jalan setapak, jalan lingkungan yang kemudian dilebarkan dan diperkeras sehingga tampak menjadi bagus," kata Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono dalam Media Release bertema Kecelakaan Lalu Lintas Jalan yang Disebabkan oleh Faktor Geometrik Jalan (Studi Kasus Investigasi Tabrakan Beruntun Ruas Jalan Solo Ngawi, Tikungan Harmoko Musi Banyuasin, dan Tebing Breksi Sleman Jogja).
Ironisnya dari jalan yang berasal pembangunan jaman Belanda itu, ketika diperbagus tanpa melalui melalui kaidah keselamatan infrastruktur jalan yang baik yang terdiri dari audit keselamatan jalan, inspeksi keselamatan jalan, analisa dampak keselamatan jalan, manajemen daerah rawan kecelakaan, serta laik fungsi jalan, sehingga sangat mungkin jalan tersebut menyimpan banyak hazard yang bisa kapan saja menyebabkan orang celaka.
Soerjanto mengungkapkan, berdasarkan investigasi terkait tabrakan beruntun di ruas Jalan Solo Ngawi, Jawa Timur, ditemukan elemen penampang jalan melintang yang terjadi di Ruas Jalan Solo Ngawi. Kecelakaan diawali dengan konvoi antara sepeda motor membawa muatan barang, bus Safari Dharma Raya, bus Mira, bus Sumber Selamat dan Toyota Innova dari arah Solo menuju Ngawi, tepatnya di KM 8-9.
Saat bus Mira mencoba mendahului sepeda motor dari arah berlawanan ada Bus Eka sehingga terjadi tabrakan beruntun yang melibatkan 3 bus dan 1 mobil penumpang. Jalan Arteri Primer Kelas II dengan lebar 7 meter 2/2 UD. Bahu jalan 1,5 meter. Kondisi jalan lurus. Hazard pada kasus tersebut yaitu adanya desain kecepatan tinggi, mixed traffic (gap kecepatan), tabrak depan dan tabrak belakang.
"Rekomendasi yang perlu dilakukan di antaranya survei inspeksi keselamatan jalan (BPJN dan BPTD), segregasi lalu lintas dengan kecepatan yang berbeda, manajemen traffic calming (aksesibilitas vs keselamatan)," jelasnya.
Sementara itu elemen alinyemen horizontal di Tikungan Harmoko Musi Banyuasin yang kerap kali terjadi secara berulang kecelakaan tunggal kendaraan terguling atau menabrak tebing. Hazard tersebut sudah ada sejak Harmoko masih menjabat sebagai Menteri Penerangan. Jalan Arteri Primer Kelas II dengan lebar 6 meter 2/2 UD. Bahu jalan 1 meter. Kondisi jalan berkelok.
Kecelakaan dialami oleh bus Antar Kota dan Antar Provinsi (AKAP) yang menewaskan 4 korban jiwa.
Identifikasi hazard pada kasus kecelakaan tersebut yaitu tikungan patah setelah jalan lurus, adanya tikungan ganda searah, dan minimnya informasi delineasi jalan.
"Adapun rekomendasi yang telah diberikan di antaranya perbaikan informasi delineasi jalan, pra-desain perbaikan geometrik tikungan, dan perbaikan geometrik tikungan," paparnya.
Sedangkan elemen alinyemen vertikal pada Tebing Breksi Sleman Jogja juga menyebabkan terjadinya kecelakaan.
Terdapat perbedaan tinggi sebesar 191 meter dengan gradien maksimal 35% sejauh 1,81 km. Kendaraan Isuzu NHR 55 memiliki torsi dengan gradeability sebesar 25%. Saat dipaksa naik mesin mengalami overheat dan v-belt putus.
Pengemudi dan Pemilik Kendaraan tidak memahami sistem rem. Pengemudi tetap melanjutkan perjalanan turun ke bawah, sehingga terjadi rem blong dan mengakibatkan 6 orang meninggal dunia. Adapun hazard yang ditemukan yaitu adanya turunan panjang dan ekstrem, jalan beton dan drainase beton, serta minimnya informasi delineasi jalan.
"Rekomendasi yang harus ditindaklanjuti di antaranya perbaikan informasi delineasi jalan, penyediaan forgiving road, dan pemberian edukasi terkait delineasi jalan," tandasnya.
Investigator senior KNKT Achmad Wildan menambahkan, faktor penyebab adanya kecelakaan karena tidak tahu resiko yang bakal dihadapinya. Apalagi ada beragam kondisi jalan yang bisa menyebabkan kecelakaan. Apalagi ada klasifikasi jalan berdasarkan wewenang pembinanya, seperti jalan nasional atau jalan provinsi.
"Oleh karena itu saat ini Dirjen Darat Kemenhub dan KNKT sedang menyusun regulasi terkait infeksi jalan," paparnya.
Selain itu juga dibutuhkan inspektur keselamatan jalan, tambah Wildan sebagaimana tercantum dalam amanat UU Lalu Lintas yang mana ada ketentuan untuk membentuk pengawas keselamatan jalan.
" Saat ini sedang disiapkan sejumlah rencangan regulasi dalam rangka adanya pembinaan jalan agar lebih meningkat keselsmatan jalan," kata Ahmad Wildan
( Abu Bakar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar